1. PENGERTIAN TENTANG GANGGUAN MENTAL
Gangguan Mental dapat disebut juga
kekalutan mental, kekacauan mental, penyakit mental.
Gangguan mental menurut para ahli :
·
Kartini
Kartono (1989), yang disebut dengan gangguan mental adalah bentuk gangguan dan
kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan
dari mereaksi nya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap
stimulus ekstern serta ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi
atau gangguan struktur dari satu bagian, satu organ atau system kejiwaan/
mental.
·
J.P
Chaplin (1981), berpendapat bahwa gangguan mental adalah sembarang
ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak
memiliki suatu kesanggupan.
FENOMA
STRES PADA WANITA
Stres adalah suatu
kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak
pasti dan penting . Stress
adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri,
sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. (ref:edy64).
Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam
konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang
saat menawarkan potensi hasil.
Sebagai contoh:
banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan
tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan
mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
SUMBER POTENSI STRES
§ Faktor pribadi
Faktor-faktor
pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat
dalam diri seseorang.
Survei nasional secara
konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai
kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah
disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah
hubungan yang menciptakan stres.
Masalah ekonomi
karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi
lain yang menciptakan stres bagi wanita dan mengganggu konsentrasi individu
tersebut. Hal ini membawa para peneliti pada kesimpulan bahwa sebagian
orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren untuk mengaksentuasi
aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika
kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi
stres adalah sifat dasar seseorang.
·
MENGATASI STRES
Stres dapat
diatasi atau diringankan dampaknya dengan cara:
§ mengkonsultasikan
masalah yang sedang dihadapi kepada psikiater atau rekan kerja atau teman dekat
§ melakukan
olahraga ringan
§ mengkonsumsi
bahan makanan kaya gizi
§ menonton acara
komedian atau lawak
§ bermain video
game
§ berkumpul dengan
teman sesame wanita
·
Contoh kasus konflik pada wanita yang
berperan ganda:
Deni dan Susan, adalah salah satu pasangan yang
menjalani pernikahan dengan beda pendapatan tersebut. Saat Deni kena PHK dari
pekerjaannya dengan jabatan sebagai manajer sebuah bank, ia pun harus mencari
pekerjaan lain. Pekerjaan barunya kini ternyata gajinya lebih kecil dari sang
istri, Susan yang bekerja sebagai kepala HRD sebuah perusahaan.
Kini setelah menjadi orang yang pendapatannya lebih
tinggi dari sang suami, Susan merasa lebih percaya diri. "Aku jadi tidak
bergantung lagi secara finansial pada suami," katanya. Hanya saja jika
memang boleh memilih, Susan yang ibu satu anak itu lebih suka menjadi ibu rumah
tangga atau bekerja part time saja. "Jadi aku bisa lebih banyak
menghabiskan waktu dengan putraku," katanya. Wanita seperti Susan, meski
bergaji lebih besar dari suaminya, harus berjuang untuk menyeimbangkan tugasnya
sebagai orangtua sekaligus dengan pekerjaannya.
·
Analisis Kasus
Satu dampak dari keterlibatan wanita dalam angkatan
kerja adalah terjadinya konflik antara kebutuhan untuk pengembangan diri dalam
karir dengan nilai-nilai tradisional yang melekat pada wanita. Hubungan
antara pekerjaan dan keluarga adalah dua arah (bidirectional), yaitu lingkungan
pekerjaan dapat mencampuri lingkungan keluarga (work to family conflict),
dan lingkungan keluarga dapat mencampuri lingkungan pekerjaan (family to
work conflict) (Adams dkk, 1996). Konflik seringkali terjadi karena tugas
rumah tangga sering datang seiring dengan tugasnya sebagai karyawan dan
keduanya memerlukan perhatian yang sama besar, waktu dan energi dibutuhkan
untuk mencapai pemenuhan peran yang optimal. Konflik antara lingkup pekerjaan
dan keluarga hadir pada saat individu harus menampilkan multi peran: pekerja,
pasangan, dan orang tua (Senecal dkk., 2001). Bimbaum melaporkan bahwa satu
dari enam wanita professional di Amerika mengalami konflik dalam
mengkombinasikan karir dan rumah tangga (Arinta & Azwar, 1993).
Pekerjaan dan keluarga dapat menjadi stressful,
stress dalam menghadapi peran gandanya tersebut. Apalagi jika pekerjaan
dan keluarganya memberi tekanan dalam waktu yang bersamaan. Sebagai ibu yang
memiliki anak, maka kewajibanya untuk mengawasi tumbuh kembang si anak tersebu.
Pada sisi lain dia juga harus memikirkan tanggung jawab yang lain, yaitu
tanggung jawab sebagai seorang pemimpin pada suatu perusahaan yang juga
memerlukan perhatian lebih agar perusahaan yang dipimpin tetap berada pada
jalurnya.
Konflik yang terjadi pada peran di pekerjaan dan
peran di keluarga menimbulkan efek-efek negatif. Konflik pekerjaan - keluarga (work
- family conflict) oleh para ahli selalu dikaitkan dengan sumber stress
yang mempengaruhi segi fisik dan psikologis (Adams dkk.,1996). Frone, Russel,
& Barnes (Major dkk, 2002) menyatakan bahwa konflik antara pekerjaan ke
keluarga (work to family conflict) mempunyai hubungan dengan depresi
dan keluhan somatic. Konflik yang berkepanjangan. Tidak saja dapat
menurunkan kinerja, Tetapi bisamenimbulkan stres. Stres terjadi karena konflik
yang berkepanjangan menimbulkan ketidakseimbangan fisik dan psikis, sebagai
bentuk reaksi terhadap tekanan yang intensitasnya sudah terlalu tinggi.
Dampak yang ditimbulkan oleh konflik salah satunya
adalah stress. Stress bukan hanya bersifat personal,stress juga
dapat terjadi di lingkungan kerja.
- § Menurut Selye (dalam Beehr, et al., 1992), pengertian dari stress kerja adalah respon seorang individu terhadap stresor di tempat kerja. Stres sebagai reaksi organisme, yang dapat berupa reaksi fisiologis, psikologis, atau perilaku. Berdasarkan definisi di atas, stress kerja dapat diartikan respon individu terhadap sumber atau stresor, dimana stresor yang dimaksud adalah segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stress kerja yang dapat memunculkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.
- § Menurut Stephen Palmer & Cary Cooper (2007), mengemukakan bahwa respon terhadap stres dapat ditampilkan dalam 3 bentuk, yaitu bentuk fisik, perilaku dan psikologis.
Gejala yang ditimbulkan dalam bentuk fisik, antara
lain, mulut kering, tangan lembab, sesak nafas, migrain, diare, asma bahkan
sampai pingsan. Gejala yang ditampilkan dalam bentuk perilaku, antara lain
perilaku agresif, meningkatkan konsumsi alkohol, menunda-nunda pekerjaan,
perilaku pasif, perubahan pola tidur, menurunnya performa kerja, meningkatkan
absensi, meningkatkan konsumsi kafein, manajemen waktu yang jelek. Sedangkan gejala
psikologis ditampilkan antara lain dalam bentuk marah, gelisah, ketakutan,
cemas, rasa malu, turunnya harga diri, keinginan bunuh diri, pikiran paranoid,
mimpi buruk, depresi, kecemburuan, tidak dapat berkonsentrasi, sering melamun.
2.
HUBUNGAN
KESEHATAN MENTAL dan SOCIAL SUPPORT
v Arti kata
Kesehatan Mental
Kesehatan Mental merupakan alih bahasa
dari Mental Hygiene atau Mental Health berasal dari kata Hygiene dan
Mental. Secara etimologi Hygiene dari kata Hygea yaitu, nama Dewi Kesehatan
Yunani kuno yang mempunyai tugas mengurus masalah kesehatan manusia di dunia.
Kemudian muncul kata hygiene untuk menunjukkan suatu kegiatan yang
bertujuan mencapai hygiene. Sedangkan mental berasal dari kata latin Mens dan
Mentis yang berarti jiwa, nyawa, sukma, roh, dan semangat.
v Kesehatan Mental
menurut Para Ahli
Menurut Jalaluddin dalam
bukunya “Psikologi Agama” bahwa:
“Kesehatan mental merupakan suatu
kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram,
dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui
penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
Sedangkan, menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan
mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa
mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara
fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan
dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta
bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika
mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan
identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar
menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.
- Pengertian Dukungan Sosial
Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-
orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang
terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan
sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti
teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.
Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi
atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang
didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau
efek perilaku bagi pihah penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan
sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau
menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994)
yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal
yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan
itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan.
Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun
materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu
merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan
yangh berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu
yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa infomasi, tingkah laku
tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan
merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.
v Sumber-sumber
Dukungan Sosial
Menurut Rook dan Dootey (1985) yang
dikutip oleh Kuntjoro (2002), ada 2 sumber dukungan sosial yaitu sumber
artifisial dan sumber natural.
- - Dukungan
sosial artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah
dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya
dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
- - Dukungan
sosial natural
Dukungan sosial yang natural diterima
seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupanya secara spontan dengan
orang- orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak,
isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini
bersifat non- formal.
Sumber dukungan sosial yang bersifat
natural berbeda dengan sumber dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam
sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut ;
Keberadaan sumber dukungan sosial
natural bersifat apa adanya tanpa dibuat- buat sehingga lebih mudah diperoleh
dan bersifat spontan. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian
dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan. Sumber
dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama. Sumber
dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan
sosial, mulai dari pemberian barang- barang nyata hingga sekedar menemui
seseorang dengan penyampaian salam. Sumber dukungan sosial yang natural
terbebas dari beban dan label psikologis .
Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan
sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis terbagi atas :
- Dukungan sosial utama bersumber dari
keluarga.
Mereka adalah orang- orang terdekat yang
mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk
memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga
sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber
dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkanpersaan memiliki antara
sesama anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan
memberikanrasa aman bagi anggota- anggotanya.
Menurut Argyle (dalam Veiel &
Baumann,1992), bila individu dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim
yang muncul karena adanya sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan
mencegah timbulnya efek negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat
menimbulkan efek buffering (penangkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek
ini dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu
individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga memunculkan
perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga
merupakan orang- orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental,
emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam
kehidupan.
- Dukungan sosial dapat bersumber dari
sahabat atau teman.
Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle
& Furnham (dalam Veiel & Baumann,1992) menemukan tiga proses utama
dimana sahabat atau teman dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial.
Proses yang pertama adalah membantu meterial atau instrumental. Stres yang
dialami individu dapat dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk
memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara
mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang. Proses kedua adalah dukungan
emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi dengan membicarakannya
dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat meningkat, depresi dan kecemasan
dapat dihilangkan dengan penerimaan yang tulus dari sahabat karib. Proses yang
ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi bagian dalam suatu aktivitas waktu
luang yang kooperatif dan diterimanya seseorang dalam suatu kelompok sosial
dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serta
memperkuat ikatan sosial.
Bentuk Dukungan Sosial
Menurut Kaplan and Saddock (1998), adapun bentuk
dukungan sosial adalah sebagai berikut ;
- Tindakan atau perbuatan
Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang
diberikan oleh orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan
masyarakat.
-
Aktivitas religius atau fisik
Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya
semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk
mendekatkan diri pada Tuhan.
-
Interaksi atau bertukar pendapat
Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi
antara pasien dengan orang- orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan
dengan berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh
orang di sekitarnya.
-
Dampak Dukungan Sosial
- Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang- orang tertentu dalam kehidupannya. Diharapkan dengan adanya dukungan sosial maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka seseorang akan mengatasi rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya (Suhita, 2005)
- Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dan dengan begitu memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya. Pada derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan diri dan dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu.
Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek
positif dalam mempengaruhi kejadian dari efek kecemasan. Dalam Sarafino (1998)
disebutkan beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan sosial,
antara lain :
- · Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan yang diberikan.
- · Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu. Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu seperti melakukan atau menyarankan perilaku tidak sehat.
- · Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini dapat mengganggu program rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.
Dimensi Dukungan Sosial
Menurut Jacobson (1986), dukungan sosial
meliputi 3 hal, diantaranya ;
- Emotional support, meliputi ; perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan diperhatikan.
- Cognitive support, meliputi ; informasi, pengetahuan dan nasehat.
- Material support, misalnya ; bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi masalah.
Kategori Dukungan Sosial :
Menurut Nursalam (2003), dukungan sosial
keluarga dikategorikan menjadi ;
Dukungan sosial kurang dengan skor <
7
Dukungan sosial cukup dengan skor 8 – 13
Dukungan sosial kurang dengan skor 14 –
20
LALU APA SI HUBUNGANNYA???
Hubungan Kesehatan Mental dan Social Support
Jelas sekali keduanya itu saling berkaitan satu sama
lain. Kenapa???
Karena dari
teori-teori diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa Dukungan Sosial itu sangat
mempengaruhi Kesehatan Mental kita. Mental yang sehat dapat terwujud karena
adanya kebutuhan-kebutahan Dukungan Sosial yang terpenuhi, sebaliknya
kemungkinan jika kebutuhan-kebutuhan Dukungan Sosial kita tidak terpenuhi akan
mengakibatkan gangguan mental yang tidak diharapkan.
referensi :
Froland, C., Brodsky, G., Olson, M., &
Stewart, L. 2000. Social Support and Social Adjustment: Implications for mental
health proffesionals. Community Mental Health Journal, 36 (1), 61-75
Riyanti, Dwi, B. P., Prabowo, Hendro. 1998. Psikologi Umum 2. Jakarta. Gunadarma
Basuki, Heru, M. A., 2008. Psikologi Umum. Jakarta. Universitas Gunadarma