Selasa, 19 Januari 2016

Hubungan Pelaksanaan Kerja dan Kepuasan Kerja


           Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif. Kekuatan hubungan mepunyai rentang dari lemah sampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja dalam Kreitner dan Kinicki (2001)
Beberapa korelasi kepuasan kerja antara lain:

  • Motivasi

Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.

  • Pelibatan Kerja

Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk meningkatkan keterlibatan kerja pekerja.

  • Perilaku Organisasi

Bagaimana perilaku pekerja tentang apa yang berada di luar bidang pekerjaannya.

  • Komitmen Organisasi

Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan terdapat hubungan yang sifnifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja.

  • Ketidakhadiran

Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.

  • Turn Over

Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi perputaran.

  • Stress

Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres.

  • Prestasi Kerja

Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara itu menurut Gibson (2000:110) menggambarkan hubungan timbal balik antara kepuasan dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan.

Mencegah dan Mengatasi Ketidakpuasan Kerja 

Karena masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan faktor eksternal maka pendekatannya adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:
  1. Mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja
  2. Melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan
  3. Melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
  4. Mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh
  5. Melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan
Jadi kesimpulan menurut saya hubungan antara pelaksanaan kerja dan kepuasan kerja sudah pasti menjadi hal yang juga penting untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
 Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran kerja yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan, dan kadang-kadang berprestasi bekerja lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.

Sumber:
Kreitner R, & kinicki, A., (2001). Organizational behavior. Fith Edition,
International Edition, Mc graw-Hill Companies, Inc.
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga
Robbins, Stephen P, 2003. Perilaku Organisasi, Jilid 2, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta

Sabtu, 16 Januari 2016

KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja adalah sikap atau perasaan seseorang terhadap suatu pekerjaan. Berarti kepuasan kerja seseorang tergantung pada bagaimana penilaian (persepsi) individy yang bersangkutan terhadap pekerjaannya. Penilaian tersebut bersifat individual, artinya antara individu yang satu dengan lainnya berbeda.
Teori-teori Kepuasan Kerja
Menurut Dariyo (2008) terdapat tiga teori yang menjelaskan tentang kepuasan kerja, yaitu:
  1. Teori Diskrepansi atau Teori Nilai (Teori Kesenjangan)
Kepuasan kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh sejauh mana hitungan antara apa yang diharapkan (das sollen) dan kenyataan yang dirasakannya (das sein). Individu akan merasakan kepuasan dalam bekerja bila tidak ada perbedaan yang berarti antara yang diinginkan dengan hasil yang dirasakan karena batas minimalnya telah terpenuhi dengan baik. Bila ternyata apa yang diperoleh lebih besar daripada yang diharapkan, individu bisa merasakan kepuasan. Akan tetapi, bagi tipe orang yang tergolong moralis yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, kemungkinan justru hal itu tidak menimbulkan kepuasan.
Contoh Jaka, seorang sarjana baru (S-2) lulusan magister manajemen dari sebuah universitas terkenal di Jakarta. Ketika pertama kali ingin bekerja di sebuah perusahaan swasta, ia berharap memperoleh penghasilan sebesar lima juta rupiah (Rp5.000.000) per bulan. Ternyata impian tersebut menjadi kenyataan. Ia diterima pada perusahaan asing yang memberi gaji tujuh juta lima ratus ribu rupiah (Rp7.500.000) untuk bekerja sebagai seorang supervisor bidang sumber daya manusia. 
Maka, Jaka telah merasakan kepuasan kerja.
  1. Teori Keadilan (Equity Theory)
Kepuasan kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh terpenuhi atau tidaknya rasa keadilan yang diterima dalam kenyataan. Perasaan adil atau tidak adil atas situasi yang dihadapi akan diperoleh melalui perbandingan antara dirinya dengan orang lain yang setaraf, sekantor atau di tempat lain. Elemen teori ini meliputi (a) input, (b) output, dan (c) perbandingan antarorang satu dan yang lainnya.
  1. Teori Dua Faktor










Merupakan teori yang menyatakan bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh dua faktor, yakni higienis dan motivasi. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg, yang menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan bergantung pada faktor higienis, seperti kondisi tempat kerja, dan faktor motivasi, seperti pengakuan atas pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik. Faktor kebersihan seperti kondisi lingkungan kerja dan kebijakan perusahaan dapat memengaruhi ketidakpuasan pekerja. Di sisi lain, faktor motivator seperti kesempatan untuk berprestasi dan penghargaan dapat memengaruhi kepuasan pekerja.

Determinan Sikap Kerja
Sikap kerja dapat dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan. Sikap kerja mempunyai sisi mental yang mempengaruhi individu dalam memberikan reaksi terhadap stimulus mengenai dirinya diperoleh dari pengalaman dapat merespon stimulus tidaklah sama. Ada yang merespon secara positif dan ada yang merespon secara negative. Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif.

Pengukuran Sikap Kerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, Sebagai contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983) Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai diantaranya :
  • Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan.
  • Supervise
  • Organisasi dan manajemen
  • Kesempatan untuk maju
  • Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
  • Rekan kerja
  • Kondisi pekerjaan
Kesimpulan:
Semua orang yang berkontribusi dalam suatu perusahaan harus berusaha bekerja sebaik mungkin, sehingga semua pekerja dapat merasakan kepuasan kerja setiap saat. Gaji yang didapatkan seorang pekerja haruslah sebanding dengan beratnya atau tanggung jawab yang dipegang oleh pekerja tersebut. Selalu menjaga suasana dan kondisi lingkungan kerja juga merupakan hal yang penting karena memengaruhi kepuasan kerja yang dirasakan seorang pekerja. Pengukuran tingkat kepuasan kerja perlu dilakukan secara berkala sehingga perusahaan bisa memantau tingkat kepuasan kerja seluruh pekerjanya dan bisa mengevaluasi setiap kekurang yang ada serta mempertahankan atau meningkatkan hal yang sudah baik.

Sumber:
Dariyo, A. (2008). Psikologi perkembangan dewasa muda.Jakarta: Grasindo.
Soegoto, E. S. (2009). Enterpreneurship menjadi pebisnis ulung. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Robbins, Stephen. P. (2006). Perilaku organisasi, edisi Bahasa Indonesia. Klaten: PT INTAN SEJATI

Jumat, 08 Januari 2016

JOB ENRICHMENT

        Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja serta guna meningkatkan motivasi intrinsik dan meningkatkan kepuasan kerja.


        Langkah-Langkah dalam Redesign Pekerjaan Untuk Job Enrichment
  •  Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi satu.
  • Menjadi lebih besar
  •  Lebih bervariasi
  • Kecakapan lebih luas
  • Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja.
  •  Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab.
  •  Kesempatan mengatur prosedur kerja sendiri
  •  Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung.
  • Orang – orang yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjanya.
  • Menciptakan sarana – sarana umpan balik.
  • Pekerja dapat memonitor koreksi diri.
     Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Job Enrichment

a.       Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik          pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.
b.       Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.
c.        Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman dan Oldham),        yaitu:
  •     Keragaman ketrampilan (skill variety)

Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
  • Jati diri tugas (task identity)

Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
  • Tugas yang penting (task significance)

Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
  • Otonomi

Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
  •  Umpan balik (feed back)

Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian‑bagian lain. Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.



Sabtu, 02 Januari 2016

Minggu 10 - MOTIVASI

Kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut:

Teori Kebutuhan Maslow

1.  Kebutuhan Fisiologis
Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.
2.  Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
3.  Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan
Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.
4.  Kebutuhan Esteem
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.
5.  Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.
• Kebutuhan yang relevan dengan perilaku dalam organisasi 
   Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasarri perilaku pegawai, karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhan nya. Kebutuhan manusia menurut maslow terdiri dari 5 yaitu: 
- Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, bernafas, dan seksual kebutuhan ini dapat disebut kebutuhan dasar
- Kebutuhan rasa aman, yaitu perlindungan diri dari berbagai macam ancaman
- Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berinteraksi, mencintai serta dicintai
- Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain
- Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebuyuhan ntuk menggunakan       kemampuan yang dimiliki